Indonesia sebagai salah satu negara dalam kelompok emerging countries memiliki kaitan antara inflasi tahunan dan kinerja tahunan indeks saham yang menarik untuk dikaji. Grafik 1 menunjukkan pola kaitan tersebut dengan inflasi tahunan untuk setiap bulan yang diurutkan secara naik dalam periode Januari 1997 sampai dengan Maret 2004. Dalam periode bulan ketika harga-harga barang dan jasa naik dengan laju yang tinggi, seperti terlihat pada bagian kanan dari Grafik 1, tingkat pengembalian tahunan dari investasi pada saham cenderung memburuk hingga mencapai kerugian sebesar 49,5 persen ketika inflasi tahunan mencapai titik tertinggi di bulan September 1998.
Secara keseluruhan dalam periode Januari 1997 hingga Maret 2004, IHSG mengalami apresiasi nilai dalam 41 dari 87 bulan yang diamati. Rata-rata tingkat pengembalian investasi pada saham dan tingkat inflasi tahunan dalam periode tersebut adalah berturut-turut sebesar 5,78 persen dan 17 persen.
Analisis terhadap Grafik 1 menunjukkan bahwa apresiasi nilai IHSG melebihi laju inflasi tahunan dalam delapan dari sepuluh bulan ketika laju inflasi berada di bawah angka empat persen. Ketika laju inflasi tahunan berada di antara empat sampai dengan enam persen, apresiasi nilai IHSG melebihi laju inflasi dalam 13 dari 16 bulan yang diamati. Sedangkan ketika laju inflasi tahunan melebihi angka enam persen, apresiasi nilai IHSG hanya melebihi laju inflasi dalam sepuluh dari 61 bulan yang diamati.
Menariknya investasi dalam bursa saham juga didorong oleh rendahnya suku bunga penyimpanan di perbankan. Suku bunga penyimpanan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Suku bunga penyimpanan nominal adalah suku bunga penyimpanan per tahun yang dipublikasikan oleh bank-bank setiap harinya, sedangkan suku bunga penyimpanan riil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi pada saat yang bersangkutan.
Secara teoretis, apabila suku bunga penyimpanan riil di suatu negara mengalami penurunan, maka investasi di bursa saham menjadi lebih menarik karena investor cenderung untuk mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Grafik 2 menyajikan hubungan antara inflasi, suku bunga penyimpanan riil perbankan, dan tingkat pengembalian investasi pada bursa saham secara kronologis dari Januari 1997 sampai dengan Maret 2004. Hal yang menarik untuk diamati dari Grafik 2 adalah ketika suku bunga penyimpanan riil berada pada tingkat yang sangat rendah dalam area positifnya dan laju inflasi berada di bawah angka enam persen, investasi pada saham memberikan tingkat pengembalian yang sangat menarik.
Hal lain yang juga menarik adalah ketika suku bunga penyimpanan riil melebihi laju inflasi, investasi di bursa saham juga memberikan tingkat pengembalian yang sangat menarik, kecuali pada periode Agustus – Desember 1997 ketika krisis moneter melanda Indonesia.
Kondisi saat Ini
Hasil studi yang kami lakukan tentang kaitan antara inflasi dan kinerja IHSG dalam periode Januari 1997 sampai dengan Maret 2004 mengindikasikan bahwa dengan inflasi tahunan sebesar 5,92 persen pada akhir bulan April 2004, investasi pada saham dapat diharapkan untuk memberikan tingkat pengembalian yang lebih menarik dibandingkan dengan penyimpanan uang di bank. Namun, perlu diingat bahwa investasi di bursa saham adalah investasi yang mengandung riesiko, Sebagai contoh, IHSG yang ditutup di level tertinggi baru 818,16 pada tanggal 27 April 2004 mengalami penurunan nilai sebesar 4,71 persen menjadi 779,60 dalam empat hari perdagangan, walaupun laju inflasi masih terkendali di bawah angka enam persen.
Terlepas dari lebih sederhananya metode yang kami gunakan dan pendeknya rentang data dalam studi, hasil studi kami tersebut mengindikasikan bahwa pola kinerja bursa saham Indonesia mirip dengan pola kinerja bursa saham di Amerika Serikat seperti yang dikemukakan oleh Fama (1981) di mana kinerja positif dari investasi pada saham didorong oleh tingkat inflasi yang terkendali dan meningkatnya aktivitas ekonomi riil.
Terlepas dari sentimen negatif terhadap saham-saham di BEJ yang disebabkan instabilitas politik menjelang pemilu presiden di bulan Juli 2004 yang akan datang, mulai pulihnya aktivitas ekonomi riil Indonesia tampak dari membaiknya profitabilitas dari emiten-emiten di BEJ pada kuartal pertama tahun 2004.
Perhatian yang besar terhadap pengendalian inflasi dan pemulihan aktivitas ekonomi sektor riil dari pemerintahan baru yang akan terbentuk setelah pemilu presiden nanti akan mempunyai peran yang sangat penting dalam menggairahkan iklim investasi di Indonesia.